MAKALAH FILSAFAT
PERKEMBANGAN MITOS MENJADI LOGOS
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Ilmu
adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun bersistem menurut metode
tertentu. Ilmu memiliki banyak cabang dalam perkembangannya. Apabila kita
birpikir menurut sudut pandang satu ilmu saja, kita tidak dapat memecahkan
suatu masalah. Oleh karena itu, dalam berpikir kita perlu menggunakan banyak
cabang ilmu yang mendukung untuk terselesaikannya masalah tersebut. Ilmu
kebanyakan bersifat teoritis, yang hanya memberikan suatu pernyataan.
Pernyataan tersebut tentunya harus kita padukan dengan kemampuan logika serta
menggunakan sudut pandang agama agar masalah yang sedang kita hadapi dapat
terselesaikan dengan baik karena setiap masalah yang dihadapi oleh individu
tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya logika memiliki manfaat untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, rasional, dan lurus. Sedangkan agama
memiliki manfaat untuk memberikan pedoman yang kuat setiap umatnya dalam
menjalankan hidup. Namun, banyak fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia
saat ini salah satu diantaranya yaitu salah jalan dalam menafsirkan agamanya
sendiri. Masalah ini terjadi pada
individu ketika individu tersebut tidak menggunakan logika, ilmu, dan agama
dalam menyelesaikan problem hidupnya. Mereka hanya menggunakan satu sudut
pandang dari ketiga unsur berpikir tersebut. Apabila pikiran mereka sudah
terfokus dengan sudut pandang itu saja, maka dalam bertindak mereka pun juga
pastinya menyimpang dari norma yang ada pada msyarakat pada umumnya. Berlatar
belakang tersebut, saya mencoba untuk membahas masalah berpikir dan bertindak
dengan menggunakan logika, ilmu, dan agama agar tercapai kebenaran yang mutlak
dan tidak menyimpang dari norma yang telah berlaku di msyarakat pada umumnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa
perbedaan antara ilmu dengan ilmu pengetahuan?
2. Apa
pengertian dari logika dan macamnya?
3. Apa
pengertian dari agama serta manfaat apa yang dapat kita rasakan?
4. Jelaskan
definisi dari kebenaran agar kebenaran tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam berpikir dan bertindak?
5. Jelaskan
hubungan antara ketiga unsur (logika, ilmu, dan agama) dalam berpikir dan
bertindak ?
6. Bagaimana
cara berpikir dan bertindak yang baik dan mendapatkan suatu kebenaran?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui
perbedaan antara ilmu pengetahun dan pengetahuan
2. Mengetahui
pengertian logika dan macamnya
3. Memahami
pengertian dari agama dan perannya
4. Mengerti
definisi dari kebenaran agar kebenaran tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam berpikir dan bertindak
5. Memahami
hubungan antara ketiga unsur (logika, ilmu, dan agama) dalam berpikir dan
bertindak
6. Mengetahui
bagaimana cara berpikir dan bertidak yang baik
dan mendapatkan suatu kebenaran
1.4 Manfaat
Manfaat
yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
a. Untuk
mengkaji tentang pentingnya logika, ilmu, dan agama dalam berpikir dan
bertindak,
b. Bermanfaat
bagi mahasiswa dan masyarakat agar berpikir dan bertindak yang benar baik di lingkungan
kampus maupun di lingkungan masyarakat.
BAB II
Pembahasan
A.
KAJIAN TEORI
2.1
DEFINISI ILMU
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu merupakan istilah yang memiliki
beragam makna. Menurut The Liang Gie ilmu dapat dibedakan menurut cakupannya.
Pertama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan
ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan. Dalam arti yang pertama ini ilmu
mengacu pada ilmu seumum-umumnya. Adapun arti yang kedua ilmu menunjuk pada masing-masing
bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari satu pokok soal tertentu.
(Kuswanjono, Arqom: 2009)
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Pengertian ilmu menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut :
Ashley
Montagu
Menyebutkan
bahwa “Science is a systemized knowledge services form observation, study, and
experimentation carried on under determine the nature of principles of what
being studied.” (ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun dalam suatu
system yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan
hakikat dan prinsip hal yang sedang dipelajari).
Harold
H.
Titus
Mendefinisikan
“Ilmu (Science) diartikan sebagai common science yang diatur dan
diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa
dengan menggunakan metode-metode observasi yang teliti dan kritis.
Dr.
Mohammad Hatta
Mendefinisikan
“Tiap-tiap ilmu pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan kausal dalam satu
golongan masalah yang sama tabiatnya, baik menurut kedudukannya tampak dari
luar maupun menurut bangunannya dari dalam.”
Drs.
H. Ali As’ad
Dalam
buku Ta’limul Muta’allim menafsirkan “Ilmu adalah suatu sifat yang kalau
dimiliki oleh seorang maka menjadi jelaslah apa yang terlintas di dalam
pengertiannya”
Contoh dari definisi ilmu
oleh para ahli untuk memperjelasnya yaitu seperti adanya Ilmu Alam hanya bisa
menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil
saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi
lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit.
Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa
jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi
sesuai untuk menjadi perawat.
Ilmu (Bahasa Inggris:Knowledge) merujuk kepada
kefahaman manusia terhadap sesuatu perkara, yang mana ia merupakan kefahaman
yang sistematik dan diusahakan secara sadar. Pada umumnya, ilmu mempunyai
potensi untuk dimanfaatkan demi kebaikan manusia.
Biasanya, ilmu adalah hasil daripada kajian terhadap
sesuatu perkara. Dalam hal ini, ilmu sendiri juga boleh menjadi sasaran kajian
dan menghasilkan apa yang dikenali sebagai "ilmu mengenai ilmu",
yakni epistemologi.
Ciri-ciri Ilmu adalah sebagian daripada aspek
kognitif yang terdapat dalam diri manusia. Maka dengan itu ilmu adalah
berkaitan dengan aspek kognitif manusia yang lain seperti pengetahuan,
pengalaman, dan juga perasaan. Tetapi pada masa yang sama, ilmu ada yang
berbeda dengan perkara-perkara ini dan ciri-cirinya adalah seperti berikut:
Ciri ini membedakan ilmu dengan perasaan dan
pengalaman. Contohnya, sesetengah "pengalaman diri" seperti mimpi
adalah sukar dipertuturkan melalui bahasa. Tetapi bagi ilmu, ia haruslah
sesuatu yang dapat dipertuturkan melalui bahasa. Ilmu mempunyai nilai
kebenaran. Ciri ini membedakan pengucapan ilmu dengan pengucapan sastra yang
biasanya mengandungi unsur-unsur tahayul.
Ilmu adalah objektif. Ciri ini bermaksud bahwa ilmu
adalah sesuatu yang tidak dapat diubah menurut keinginan ataupun kesukaan
seseorang individu. Ilmu diperolehi melalui kajian. Ilmu adalah hasil daripada
kajian. Ia bukanlah sesuatu rekaan. Ilmu mengenai cara memeroleh ilmu itu
dikenali sebagai perkaedahan penyelidikan ilmiah.
Ilmu pengetahuan merupakan lanjutan dari konsepasional
dari ciri “ingin tahu” sebagai kodrat manusiawi. Tetapi pengetahuan itu
menuntut persyaratan-persyaratan khusus dalam pengaturannya. Dalam hal ini yang
terpenting adalah sistem dan metode ilmu pengetahuan itu. (Bakker, Anton: 1990)
Kandungan Ilmu sentiasa bertambah. Ilmu adalah
sentiasa berada dalam proses pertemabahan, pemantapan dan penyempurnaan. ilmu adalah sesuatu yang membedakan kita
dengan mahluk tuhan lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Dengan ilmu kita dapat
melakukan,membuat,menciptakan sesuatu yang dapat membawa perbedaan yang lebih
baik bagi diri kita sendiri.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang
mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh
paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Sifat ilmu ada empat
yakni:
1.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan
masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari
dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji
keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni
pernyesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran
objektif, bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang
penelitian.
2.
Metodis adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu
yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.
Sistematis. Dalam perjalanannya
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai
adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).
Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu
yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an
(universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya
adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam
ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
2.2
SIFAT-SIFAT ILMU
Dari definisi yang diungkapkan Mohammad Hatta dan
Harjono di atas, kita dapat melihat bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang bersifat:
1. Berdiri
secara satu kesatuan,
2. Tersusun
secara sistematis,
3. Ada
dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai
sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data),
4. Mendapat
legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
5. Communicable, ilmu dapat ditransfer
kepada orang lain sehingga dapat dimengerti dan dipahami maknanya.
6. Universal,
ilmu tidak terbatas ruang dan waktu sehingga dapat berlaku di mana saja dan
kapan saja di seluruh alam semesta ini.
7. Berkembang,
ilmu sebaiknya mampu mendorong pengetahuan-pengatahuan dan penemuan-penemuan
baru. Sehingga, manusia mampu menciptakan pemikiran-pemikiran yang lebih
berkembang dari sebelumnya.
Pengetahuan adalah informasi
atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan
termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi,
hipotesis,
konsep,
teori,
prinsip
dan prosedur namun sifatnya juga berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan
mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih
menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan
dengan melakukan pengamatan dan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang
dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada
objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali.
Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan
sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain
pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi
yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori
yang tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika.
Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan
didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah
pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan adalah
keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki
manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia itu sendiri dan
kehidupanya.
Sementara sumber-sumber
pengetahuan adalah berasal dari tahu akan suatu peristiwa dan realitas objektif
di alam semesta ini, dan tahu adalah hasil daripada kenal,sadar, insaf,
mengerti dan pandai.
Perbedaan antara
pengetahuan dengan ilmu pengetahuan adalah terletak pada konsep dari keduanya,
dimana pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkn ilmu pengetahuan lebih
sistematis dan reflektif, sesuai dengan pengertiannya bahwa ilmu pengetahuan
adalah keseluruhan system pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara
sistematis. Dengan demikian pengetahuan jauh lebih luas daripada ilmu
pengetahuan karena pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia
tanpa perlu berarti telah dibakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup
penalaran, penjelasan tentang manusia mengetahui sesuatu, juga mencakup praktek
atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum
dibakukan secara sistematis dan metodis.
2.3 KRITERIA
ILMU
Ilmu merupakan
salah satu hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya. Ketika manusia
merenung tentang apa artinya menjadi seorang manusia,lambat laun mereka sampai
pada kesimpulan bahwa mengetahui kebenaran adalah tujuan yang paling utama dari
manusia. Perkembangan ilmu pada waktu lampau dan sekarang merupakan jawaban
dari rasa keinginan manusia untuk mengetahui kebenaran.
Ilmu dapat di
anggap sebagai suatu sistem yang menghasilkan kebenaran. Dan seperti juga
sistem- sistem yang lainnya mempunyai komponen - komponen yang berhubungan satu
sama lainnya. Komponen utama dari sistem ilmu adalah:
a. Perumusan masalah
b. Pengamatan dan diskripsi
c. Penjelasan
d. Ramalan dan kontrol
Kebenaran ilmu
ini tidak dapat di temukan dan dikembalikan kepada data empiris melainkan
kepada akal. Semua ilmu yang tidak tergantung kepada pengalaman dan eksperimen
termasuk begitu juga logika.
Secara umum
filsafat membedakan dua sumber pengetahuan, yaitu indera dan budi. Maka
pengetahuan yang mungkin dimiliki oleh manusia, yakni pengetahuan inderawi dan
pengetahuan intelektif.
2.4
DEFINISI LOGIKA
Secara etimologi (bahasa) logika
berasal dari bahasa Yunani, kata sifat dari logos yang berarti kata atau
pikiran yang benar, jadi ditinjau dari segi bahasa semata ilmu logika adalah
pengetahuan tentang berkata benar. Oleh karena itu dalam bahasa arab ilmu
logika ini dinamakan ilmu mantiq yang berarti ilmu tentang bertutur kata yang benar.
Sedangkan menurut terminologi (istilah) ilmu logika adalah pengetahuan yang
istematis sekaligus mempelajari tentang aturan-aturan dan hukum-hukum berpikir
yang dapat mengantarkan manusia pada kebenaran berpikir. Pengetahuan
rasional
Macam pengetahuan yang
lebih tinggi lagi dan yang khas untuk manusia saja, ialah logika. logika itu
dicirikan akan sebab mustabab suatu keputusan. Ia tak terbatas pada kepekaan
indera tertentu dan tidak hanya tertentu pada objek tertentu. Logika ada dua macam tingakatan:
1. Pengetahuan
biasa
Setiap orang memiliki pengetahuan biasa, yakni
pengetahuan tanpa usaha khusus. Pengetahuan ini bersifat intuitif-spontan dan
tidak beberapa memakai penalaran formal.
Pengetahuan itu diperoleh melalui pergaulan normal dengan orang lain dan dunia
sekitarnya, yang meliputi banyak tingkat: pengertian terhadap benda biasa,
pengertian tanaman dan ternak, dan
pengetahuan akan manusia.
2. Pengetahuan
ilmiah ialah pengetahuan yang terorganisasi, yaitu dengan sistem dan metode
berusaha mencari hubungan-hubungan tetap di antara gejala – gejala yang ada.
Pengetahuan ilmiah empiris mengumpulkan gejala-gejala tersebut dan tetap
tinggal dalam garis kawasan horizontal. (Bakker, Anton: 1990)
2.5 MANFAAT ILMU LOGIKA
Apabila kita berpikir menggunakan logika, maka kita dapat mnggambil
beberapa manfaatnya, diantaranya yaitu:
1. Membantu
setiap orang agar dapat berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib,
metodis dan koheren.
- Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak,
cermat dan objektif.
- Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan
berpikir secara tajam dan mandiri.
- Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari
kekeliruan serta kesesatan.
Jadi, ilmu logika tidak akan pernah
tercapai oleh seseorang kebenaran secara ilmiah tanpa melalui aturan-aturan
atau hukum-hukum yang telah tertera di dalam buku ilmu logika tersebut.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Aristoteles
logika merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula,
barang siapa telah mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggengam kemudi untuk membuka semua pintu
masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Maka dari itu ilmu logika bisa
dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang pasti terbukti tersusun secara
sistematis tentang asas-asas agar yang menentukan pemikiran yang sehat dan
benar serta lurus. Seperti ilmu kimia misalnya menyelidiki hukum-hukum yang
berlaku. Untuk susunan atau reaksi-reaksi materi. Maka demikian ilmu logika,
menyelidiki, merumuskan, membuktikan dan menerapkan hukum yang harus dapat
ditaati untuk dapat berpikir dengan tepat dan teratur.
2.6
MACAM-MACAM ILMU LOGIKA
Dalam membicarakan definisi logika di atas, logika juga memiliki macamnya
yaitu:
1. Logika Alam,
natural atau kodraniah yaitu logika (berpikir) yang dilakukan atas dasar kodrat
dan fitrah manusia.
2. Logika yang
diupayakan, artificial atau ilmiah yaitu logika (berpikir atas dasar upaya yang
telah dirumuskan sebagai ilmu pengetahuan dapat dipelajari. Logika artificial
ini dibedakan menjadi dua macam :
·
Material yang dinamakan pula logika Mayor, adalah
logika yang mempelajari langsung pekerjaan akan dan menilai hasil-hasil logika
formal atau logika minor, dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang
sesungguhnya. Di samping itu juga mempelajari sumber-sumber atau asal
pengetahuan proses terjadinya pengetahuan dan merumuskan metode pengetahuan
yang pada gilirannya akan melahirkan macam teori ilmu pengetahuan.
·
Logika formal yang juga dinamakan logika minor adalah
logika yang mempelajari asas-asas aturan atau hukum-hukum berpikir yang harus
ditaati, agar orang dapat berpikir yang lurus dan mencapai kebenaran. Logika
formal mempunyai tiga pokok yaitu pembahasan, sekaligus merupakan
langkah-langkah berpikir logis. Ketiga pokok antara lain, Pengertian (konsep),
Keputusan (pendapat), dan Pemikiran (menarik kesimpulan).
Logika positivisme adalah salah satu gerakan
filsafat terbesar sepanjang abad dua puluh. Logika positivisme awalnya berakar
dari sebuah tesis tentang kriteria dari
pemaknaan sesuatu hal, yang disebut “prinsip verifikasi”. Makna dari sebuah
pernyataan dari prinsip ini dapat diberikan dengan menetapkan langkah-langkah
yang dapat diambil untuk memverifikasikan apakah pernyataan itu benar atau
salah. Namun yang penting dari logika positivisme ini adalah bukan menentukan
apakah pernyataan ini salah atau benar, namun hal ini merupakan tugas dari ilmu
pengetahuan. Sesuatu memiliki makna apabila memiliki isi yang empiris. Yaitu
isi yang dapat dibuat penelitian untuk menemukan nilai kebenarannya. Hal ini
mengungkapkan sesuatu yang berharga karena hal tersebut mengatakan sesuatu
tentang dunia. (Garvey, James: 2010)
2.7 DEFINISI AGAMA
Agama secara etimologi berasal dari bahasa Arab “aqoma” yang berati
‘menegakkan’. Sementara kebanyakan ahli mengatakan bahwa agama berasal dari
bahasa sansekerta yaitu a (tidak) dan gama (berantakan), sehingga agama berati
tidak berantakan. Namun ada pula yang mengartikan a adalah cara dan gama
berarti jalan. Agama berarti cara-cara berjalan untuk sampai kepada keridhaan
Tuhan. (H.M Arifin: 1992)
Selain dua pandangan
tersebut kata’agama’ sering disejajarkan dengan kata majemuk “negara kertagama”
yang berarti aturan tentang kemakmuran agama, atau juga dengan kata majemuk
“asmaragama” yang berarti peraturan tentang asmara, dengan kata lain agama
dalam hal ini dapat diartikan peraturan atau tata cara. (Endang saifuddin
anshari:1991)
Oxford Student dictionary (dalam Azra, 2000)
mendefenisikan bahwa agama adalah suatu kepercayaan akan keberadaan suatu
kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan mengendalikan alam semesta.
Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh,
dan kebiasaan.
2.8
FUNGSI AGAMA
Menurut Kuswanjono: 2009,
agama memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi
edukatif
Ajaran
agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Dalam hal ini bersifat
menyuruh dan melarang agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan
yang baik.
b. Fungsi
penyelamat
Keselamatan
yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi
dua alam yaitu dunia dan akhirat.
c. Fungsi
perdamaian
Melalui
agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin
melalui tuntunan agama.
d. Fungsi
pengawasan sosial
Ajaran
agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama
dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok.
e. Fungsi
pemupuk rasa solidaritas
Para
penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam
kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas
dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadangkadng dapat membina rasa
persaudaraan yang kokoh.
f. Fungsi
transformatif
Ajaran
agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi
kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya, kehidupan baru yang
diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah
kesetiaannya kepada adapt atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.
g. Fungsi
kreatif
Ajaran
agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan
saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.
Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang
sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h. Fungsi
sublimatif
Ajaran
agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi
melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usahamanusia selama tidak
bertentangan dengan norma-norma agama bila dilakukan atas niat yang tulus,
karena dan untuk Allah merupakan ibadah.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama bagi manusia yaitu fungsi edukatif,
fungsi penyelamat, fungsi perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk
solidaritas, fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.
2.9
KRITERI KEBENARAN
Kebenaran
merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta
atau lebih diluar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan
itu adalah salah. Suatu kalimat dapat disebut “benar” atau “salah”, meskipun
tak seorang pun mempercayainya, asalkan jika kalimat itu dipercaya, benar atau
salahnya kepercayaan itu terletak pada masalahnya.
Ada
dua cara berfikir yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru
yang benar, yaitu melalui metode induksi dan metode deduksi. Induksi adalah
cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang
bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang
bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Cara
penalaran ini mempunya idua keuntungan. Pertama, kita dapat berfikir secara
ekonomis. Meskipun eksperimen terbatas pada beberapa kasus individual,
kita mendapatkan pengetahuan yang lebih
umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Kedua, pernyataan
yang dihasilkan melalui cara berfikir induksi tadi memungkinkan proses
penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun deduktif.
Deduksi
merupakan kegiatan berfikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi
adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang
bersifat khusus.
Usaha untuk
mendefinisikan atau memberi batasan kebenaran mengalami banyak kesulitan
misalnya sukar untuk menghindari proyeksi posisi seorang filsuf kedalam suatu
definisi. Marilah kita sepakati bersama bahwa kebenaran adalah suatu
pertimbangan yang sesuai dengan realitas. Kebenaran adalah suatu pertimbangan
yang sesuai dengan realitas, bahwa pengetahuan kita mengenai realitas dan
kenyataan sejajar secara harmonis, sehingga sistem - sistem pendapat yang
diintegrasikan dalam benak kita secara terperinci tepat dengan dunia
realitas.
Kepercayaan
tentang apa yang tidak pernah dialami, tidaklah berkenan Manusia selalu
dirangsang tentang kebenaran tidaklah berkenan dengan individu yang tidak
pernah mengalami, tetapi berkenaan dengan kelas dimana tidak seorangpun dari
anggotanya pernah dialami. Suatu kepercayaan harus selalu sanggup untuk
dianalisis dan ke dalam unsur-unsur dimana pengalaman membuatnya dapat paham,
tetapi bila suatu kepercayaan diuraikan dalam bentuk logis ia sering membawa
kita pada analisis yang berbeda, yang agaknya akan menyangkut komponen-komponen
yang tidak diketahui dari pengalaman. Bila analisis psikologis yang menyesatkan
dihindari, kita dapat mengatakan secara umum bahwa setiap kepercayaan
yang tidak semata-mata merupakan dorongan untuk bertindak pada hakikatnya
merupakan gambaran digabung dengan suatu perasaan yang mengiyakan atau
meniadakan, dimana dalam perasaan yang mengiyakan adalah benar, sedangkan dalam
perasaan yang meniadakan, ia adalah benar bila tak terdapat fakta seperti itu.
Suatu kepercayaaan yang tidak benar disebut salah. Inilah suatu definisi
tentang kebenaran.
Manusia
selalu dirangsang berbagai masalah tentang kebenaran dan ingin selalu berusaha
merumuskan definisi tentang kebenaran. Tiga penafsiran utama telah timbul,
yaitu:
1.
Kebenaran sebagai sesuatu yang mutlak
2.
Kebenaran sebagai sesuatu yang
subyektif, sebagai masalah pendapat pribadi
3.
Kebenaran sebagai suatu kesatuan yang
tidak bisa dicapai, sesuatu yang tidak mungkin.
Kebenaran-kebenaran tersebut
didukung oleh argumentasi-argumentasi yang terkandung pada sifat kebenaran itu
sendiri. Kebenaran yang mutlak dituntut untuk dapat diterima secara umum dengan
dukungan data dan argumentasi ilmiah yang kuat. Sifat kebenaran mutlak ini
menuntut syarat -syarat yang lebih
berat, sedangkan yang subyektif tentunya masih dibatasi oleh pengalaman subyek
tertentu dalam lingkungan pergaulannya, dan kebenaran yang tidak bisa dicapai
adalah pencapaian kebenaran atau kenyataan bahwa sesuatu tidak mungkin terjadi.
Kebenaran pada hakikatnya adalah tujuan dari aktivitas ilmu pengetahuan yang
selalu berkembang, jadi mencari kebenaran sebagaimana telah dikemukakan adalah
tujuan ilmu pengetahuan.
Dari penjelasan di atas dapat kita
simpulkan perbedaan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan. Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil dari aktifitas mengetahui, yakni tersingkatnya suatu
pernyataan ke dalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya. Sedangkan ilmu
merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya, Ilmu dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
menghasilkan kebenaran. Dan seperti itu juga sistem - sistem yang lainnya
mempunyai komponen- komponen yang berhubungan satu sama lainnya.
Kebenaran merupakan
suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih
diluar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah
salah. Suatu kalimat dapat disebut “benar” atau “salah”, meskipun tak seorang
pun mempercayainnya, asalkan jika kalimat itu dipercaya, benar atau salahnya
kepercayaan itu terletak pada masalahnya. (Bakker, Anton: 1990)
B. ANALISIS
Pada dasarnya penalaran menggunakan
logika, ilmu, dan agama memiliki kelebihan masing-masing. Logika meningkatkan
kemampuan berpikir kita menjadi rasional atau sesuai dengan keadaan liangkungan
saat ini, meningkatkan ketajaman berpikir, serta mampu menunjukkan jalan yang
lurus agar tidak masuk dalam kesesatan. Namun, logika juga memiliki kekurangan
apabila kita hanya berpikir menggunakan logika saja.
Berpikir dengan logika
memang terkadang perlu, tetapi yang perlu diingat adalah tidak semua hal selalu
bisa dicerna dengan logika kita, terkadang ada beberapa
hal yang perlu kita pikirkan tidak hanya dengan menggunakan logika manusia saja
karena ada beberapa keterbatasan dan kelemahan di dalamnya layaknya manusia
yang juga tidak sempurna dan punya keterbatasan dalam kehidupannya.
Jika kita melihat
kelebihan ilmu pengetahuan, kita dapat merasakan betapa besar manfaatnya yaitu
diantaranya kita dapat mengetahui secara tepat informasi yang kita dapat karena
ilmu memiliki karakteristik yang ilmiah dan membutuhkan penelitian untuk
menjadikannya sebuah ilmu, kita dapat mempelajarinya dan menyalurkan ilmu
tersebut kepada generasi selanjutnya karena ilmu bersifat pasti dan tidak dapat
diubah.
Ilmu pengetahuan
pada umumnya memerlukan pemulihan
informasi lewat reduksi antar-teori, da tidak ada alasan istimewah untuk
memperlihatkan standar tersebut. (dalam Horst, Steven. 2010)
Namun sama halnya
dengan logika, apabila kita berpikir menggunakan sudut pandang ilmu saja maka
ketidak seimbangan berpikir dan bertindaklah yang kita dapatkan. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa ilmu bisa mengakibatkan manusia tersesat. Ternyata ilmu
saja tidaklah cukup, oleh karenanya, harus didukung oleh dan didasari dengan
konsep berpikir lainnya.
Seseorang belajar ilmu
menuntut pengetahuannya untuk dipahami informasi tersebut, sedangkan belajar
agama menuntut pengetahuan untuk beribadat. (dalam Drs Lasiyo: 1985)
Agama juga memiliki
kelebihan tersendiri yaitu kita dapat berpikir dan bertindak sesuai dengan
wahyu yang telah diturunkan oleh Sang Pencipta, dapat menenangkan pikiran
manusia apabila mendapati suatu masalah dalam hidup. Walaupun demikian, apabila
kita hanya berpikir hanya berlandaskan agama saja dan tidak menggunakan
landasan lain yang mendukung, maka kesesatan jalan kita alami karena wahyu yang
diturunkan oleh Sang Pencipta tersebut memiliki tingkat penafsiran berbeda-beda
antara individu satu dengan yang lainnya.
Dekonstruksi
berkaitan dengan pembacaan ulang terhadap teka-teki yang begitu saja
diterimasebagai suatu kebenaran. ‘Kebenaran’macam inilah yang selalu menjadi beban dalam perkembangan pemikiran
manusia. Seolah-olah dalam setiap pemikiran, dibebankan sebuah kebenaran, entah
di atasnamakan keilmiahan, hukum, ataupun agama. (dalam Audifax:
2008)
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan
tingaktan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkatan dalam
struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan
inderawi merupakan tingkatan terendah dalam struktur tersebut; tingkat
berikutnya lebih tinggi, sampai tingkat tertinggi yaitu pengetahuan rasional
dan intuitif. Tingkatan lebih rendah memandang kebenaran secara tidak lengkap,
tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada tingkat indrawi dan
naluri. Maka tingkat pengetahuan yang lebih rendah harus diliputi, dilengkap,
dan dibatasi atas pengetahuan yang lebih tingi darinya. (Bakker,
Anton: 1990)
Dengan alasan yang tertera di atas, maka dalam
berpikir kita perlu menggunakan ketiga unsur tersebut yaitu logika, ilmu, dan
agama. Kebenaran dalam berpikir dan bertindak juga dapat kita dapatkan agar
dalam kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan baik dan normal.
Ilmu, agama, dan logika tidak dapat dipisahkan dan
tidak akan mengalami konflik karena pada alam ketetapan kebenaran ilmu, agama,
dan logika berada dekat dengan sumber kebenaran berpikir. Perbedaan dari ketiga
unsur ini hanya terjadi pada alam materi. Pada tingkat alam materi ini, bail
ilmu, agama, dan logika berada sebagai konsep, yaitu dalam pikiran manusia.
Kebenaran logika menghasilkan kebenaran ilmu dan kebenaran ilmu menghasilkan
kebenaran agama yang kemusian dapat digunakan oleh manusia dalam berpikir
maupun bertindak. (Fransiscus borgias: 2004)
BAB III
Penutupan
3.1 Kesimpulan
Ilmu
adalah suatu pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun bersistem menurut
metode tertentu, maka dari itu ilmu memiliki banyak cabang dalam
perkembangannya. Logika membuat seseorang memiliki kemampuan berpikir rasional,
kritis, dan lurus. Sedangkan agama adala tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orang-orang yang
percaya pada suatu kekuatan tertentu dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat
dapat selamat. Ketiga unsur tersebut merupakan bagian yang terpenting dalam
berpikir dan bertindak. Dalam berpikir dan bertindak kita harus menggunakan
ketiga unsur tersebut secara terkonsep karena apabila kita hanya menggunakan
satu diantara ketiganya, maka kebenaran dalam berpikir dan bertindak tidak akan
kita dapatkan.
3.2 Saran
Dalam
pembuatan makalh ini saya berharap agar masyarakat dapat berpikir dan bertindak
dengan menggunakan logika, ilmu, dan agama agar mendapat suatu kebenaran yang
dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di lngkungan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Audifax . 2008. Filosofi
Jiwa. Yogyakarta: Pinus Book Publisher
Azra, Azyumardi. 2000. Agama Substansif. Universitas Michigan: Mizan.
Bakker, Anton. 1990. Metodelogi penelitian filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Endang Saifuddin Anshari. 1991. Ilmu filsafat dan agama. Surabaya: PT.
Bina Ilmu.
Fransiscus Borgias. 2004 . Perjumpaan Sains dan Agama: dari Konflik ke
Dialog. Bandung: Mizan.
Garvey, James. 2010. 20 Karya Filsafat Terbesar. Yogyakarta: Kanisius.
H.M Arifin. 1992. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: PT. Golden
Terayon Press.
Horst, Steven. 2010. Melampaui Reduksi. Yogyakarta:
Pall Mall.
Kuswanjono, Arqom. 2009. Integrasi Ilmu dan Agama. Yogyakarta: Lima.
Lasiyo, Drs.
1985. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:
Liberty
Sunarji, Dahri Tiam. Langkah-Langkah Berfikir
logis. CV. Pamekasan: Bumi Jaya