BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada arsitektur tradisional,
pengaturan ruang dan bentuk sering berorientasi pada kaidah-kaidah yang
dianggap suci. Upacara ritual selalu mengikuti proses pembangunan sejak awal
pelaksanaan pembangunan.
Nilai Arsitektur Tradisional rumah
Adat Kudus merupakan salah satu wujud dari kebudayaan daerah, yang sekaligus
merupakan salah satu wujud dari bangunan atau gaya seni bangunan tradisional
warisan nenek moyang masyarakat Kudus. Oleh karena itu sudah sepantasnya
dipertahankan dan dilestarikan secara adat dan turun temurun.
Nilai kebudayaan tersebut pada
prinsipnya berupa bentuk bangunan, bahan
struktur dan fungsi bangunan dengan macam ragam seni hias, motif dan cara
pembuatannya.
Arsitektur Tradisional Rumah Adat
Kudus yang akan saya ungkapkan ialah arsitektur yang masih tetap dipertahankan
untuk melakukan aktifitas kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Bila dilihat dari bentuk,
tataruang, ragam hias, system ekonomi dan filsafat yang terkandung didalamnya,
maka gaya Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus merupakan perpaduan antara
kebudayaan Cina, Hindu dan Islam. Dengan demikian ketiga unsur pokok warisan
budaya nenek moyang menyatu berwujud Rumah Adat Kudus yang anggun, gagah, dan
kokoh.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah tentang ukiran Kudus?
2. Bagaimana
tata ruang tentang rumah adat Kudus?
3. Apa
nilai-nilai filosofis rumah adat Kudus?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengungkapkan
sejarah dari ukiran Kudus.
2. Mendeskripsikan
tentang Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus.
3. Memberitahukan
bahwa terdapat nilai-nilai filosofis dalam rumah adat Kudus.
4. Menyebarluaskan
wawasan kepada khalayak umum tentang informasi Arsitektur Tradisional Rumah
Adat Kudus.
D. Manfaat Penulisan
1. Menambah
ilmu pengetahuan, wawasan umum dan luas.
2. Guna
mempertahankan dan melestarikan kebudayaan Arsitektur Tradisional Rumah Adat
Kudus.
3. Dapat
menjadi salah satu referensi bagi penulisan ataupun penelitian mengenai
Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Singkat Ukiran Kudus
Seni
ukir di Kudus mulai ketika seorang imigran dari Cina yaitu The Ling Sing tiba
pada abad 15. Beliau datang ke Kudus tidak hanya menyebarkan ajaran Islam
tetapi juga menekuni keahliannya dalam kesenian mengukir. Aliran kesenian ukir
The Ling Sing adalah Sun Ging yang terkenal karena halus dan indahnya.
Dari
daerah Kudus inilah beliau banyak menerima murid yang mempelajari agama maupun
seni ukir. Beliau wafat dan dimakamkan di Kudus.
Perbedaan
ukiran di Kudus dan Jepara.
1.
Seni ukir di Kudus
berkembang pada pembuatan rumah. Ukirannya halus dan indah, bunganya
kecil-kecil dan bisa 2 atau 3 dimensi.
2.
Seni ukir di Jepara
berkembang pada peralatan rumah tangga, misalnya almari, tempat tidur, kursi
dan lain-lain. Bentuk ukirannya besar-besar.
Rumah Adat Kudus (Rumah Ukir)
terdiri dari beberapa motif ukiran yang
dipengaruhi dari budaya Cina, Hindu, Islam dan Eropa. Motif dan gaya seni ukir
tersebut adalah :
1.
Motif Cina, berupa
ukiran naga yang terletak pada bangku kecil untuk masuk ruang dalam.
2.
Motif Hindu,
digambarkan dalam bentuk padupan yang terdapat di gebyok (pembatas antara ruang
Jogo Satru dan ruang dalam).
3.
Motif Persia/Islam,
digambarkan dalam bentuk bunga, terdapat pada ruang Jogo Satru.
4.
Motif Eropa,
digambarkan dalam bentuk mahkota yang terdapat diatas pintu masuk ke gedongan.
B. Bentuk Rumah Adat Kudus
Bentuk Rumah Adat Kudus adalah “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa
serta anggun. Hal ini melambangkan bentuk fisik penghuninya yang tampan, gagah
serta perkasa. Sedangkan penghuni rumah tersebut dilambangkan sebagai Sang
Sukma, yang menyatu mengisi, merawat, memelihara serta menjaga rumahnya sendiri
dengan sebaik-baiknya.
Rumah Joglo pencu yang tampak menjulang tinggi menggapai langit,
melambangkan tingginya kuasa Yang Maha Agung atas manusia. Oleh karena itu
penghuninya harus selalu ingat serta taqwa terhadap Allah SWT demi keselamatan
hidupnya di dunia dan akhirat. Atap rumah adat dibuat dari genteng. Sedangkan
diatas genteng bertengger gendeng, yang pada umumnya kepala gendeng bermotif
tumbuh-tumbuhan (salur-saluran) sebagai ciri budaya Islam. Ada beberapa jenis
gendeng yaitu :
1.
Gendeng Wedok (gelung
cekak)
2.
Gendeng Gajah (gendeng
pendamping dibubungan atap)
3.
Gendeng Raja (gendeng
tengah pada bubungan atap)
Pada puncak atap bertengger gendeng raja dengan
motif tumbuh-tumbuhan yang melambangkan bahwa manusia hidup wajjib berlindung
dan memohon perlindungan kepada penguasa (di dunia) dan Allah SWT (di dunia dan
akhirat).
Fisik bangunan Rumah Adat Kudus
berdiri di atas landasan/alas yang terdiri dari 5 (lima) trap diatas permukaan
tanah, yaitu :
1.
Bancik kapisan (trap
terbawah).
2.
Bancik kapindho (trap
kedua dari bawah).
3.
Bancik ketelu (trap
ketiga dari bawah).
4.
Jogan Jogosatru (trap
lantai ruang depan).
5.
Jogan Lebet (trap
lantai ruang dalam).
Kelima landasan berdirinya lantai rumah, mengarahkan
kepada penghuninya agar taat melaksanakan 5 (lima) rukun Islam, demi
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
C. Tata Ruang
Tata ruang rumah adat Kudus tampak sederhana, dan terdiri beberapa
ruangan, yaitu :
1.
Jogo satru, yaitu
ruangan depan yang sekarang difungsikan sebagai ruang tamu. (Fungsi sebenarnya
untuk mencegah dan menangkal satru/musuh yang datang sewaktu-waktu).
2.
Di dalam ruangan Jogo
satru terdapat satu tiang yang disebut Soko Geder. Hal ini melambangkan Allah
itu tunggal dan mengingatkan kepada penghuninya agar selalu iman dan taqwa
kepada Allah SWT.
3.
Ruang dalam (inti) berfungsi
sebagai kamar-kamar dan gedongan(kamar utama) yang digunakan untuk
menyimpan benda-benda pusaka, kekayaan
dan sebagai kamar tidur kepala keluarga.
Di ruang dalam ini terdapat kerangka bangunan yang
disangga/ditumpu kokoh oleh 4 buah sokoguru yang melambangkan “Napsu Patang
Prakoro” atau 4 jenis nafsu manusia yaitu amarah, luamah, sufiah dan
mutmainnah.
Hal ini mengandung pengertian bahwa penghuninya
harus mampu menguasai dan mengendalikan hawa nafsu tersebut.
Di atas keempat soko guru tersebut
terdapat Pangeret Tumpang Songo (kamuncak berlapis sembilan) yang semakin
keatas semakin mengecil. Selain itu ada yang berpangeret tumpang pitu (tujuh)
tumpang lima dan tumpang telu (tiga) tergantung dengan kemampuan dan kekuatan
sosial ekonomi pemiliknya.
Adapun
nilai-nilai yang terkandung dalam jumlah pangeret tersebut adalah :
a. Pangeret
Tumpang Songo, melambangkan bahwa di tanah Jawa ada Walisongo perlu dijadikan
suri tauladan.
b. Pangeret
Tumpang Pitu, melambangkan bahwa kelahiran manusia di dunia itu tidak
sendirian, tetapi bersama kadang pitu yaitu : Mar, Marti, kakang kawah, adi
ari-ari, getih, puser dan pancer sukma. Hal ini diharapkan pemilik rumah mampu
menyatukan diri dengan semua kadang pitu guna mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
c. Pangeret
Tumpang Lima, melambangkan 5 kali solat dalam sehari semalam yang merupakan
bagian dari 5 rukun islam.
d. Pangeret
Tumpang Telu, berarti setiap manusia wajib memahami bahwa dirinya adalah titah
sawantah yang mengalami 3 kehidupan, yaitu :
1. Kehidupan
di alam arwah/insane hamil.
2. Kehidupan
di alam dunia fana.
3. Kehidupan
di alam akhirat.
Oleh karena itu diharapkan penghuni rumah dapat
membekali dirinya agar kehidupannya di alam akhirat nanti mendapatkan
kebahagiaan disisi Allah SWT.
D. Nilai-Nilai Filosofis
Filsafat hidup manusia dalam rumah adat Kudus mencerminkan betapa
dalamnya ilmu, budi luhur nenek moyang kita yang diwariskan dalam bentuk
perlambang/sandi dalam bangunan yang dihuninya.
Sebagai kelengkapan pembakuan gaya arsitektur tradisional rumah adat
Kudus ini, perlu sedikit adanya ungkapan nilai-nilai filsafat yang terkandung
di dalamnya, yaitu :
1. Pakawin
Yang
dimaksud dengan pakawin yaitu tempat untuk membersihkan diri baik fisik maupun
rohani. Pakawin tersebut berupa sumur, kamar mandi dan padasan (tempat wudlu).
Biasanya Pakawin terletak di depan rumah sebelah kiri sejajar dengan pawon.Ini
diharapkan agar tiaporang yang datang dari bepergian supaya membersihkan kaki
dan tangan terlebih dahulu di kamar mandi tersebut sebelum memasuki rumah.
Di
sekeliling Pakawinan biasanya ditanami berbagai tumbuh-tumbuhan sebagai
perlambang kepada manusa, antara lain :
a.
Pohon belimbing :
Melambangkan 5 rukun Islam seperti jumlah linger buah belimbing
b.
Pohon puring : Jadilah
manusia agar tidak menjadi gampang sudah menghadapi kesulitan.
c.
Pohon andhong : Manusia
supaya pandai-pandai tanggap situasi guna memperoleh kebahagiaan.
d.
Pohon pandan wangi :
Melambangkan rezeqi yang harum seharum pandan yang banyak manfaatnya.
e.
Pohon kembang melati :
Melambangkan keharuman serta kesucian abadi, artinya diharapkan para penghuni
rumah menjadi manusia yang berakhlaq baik dan berbudi luhur.
2. Menghadap
ke arah Selatan
Pada
umunya Rumah Adat Kudus selalu menghadap kea rah selatan, karena :
a. Sinar
matahari pagi lebih baik bisa masuk ke dalam rumah, sehingga kesehatan
penghuninya dapat lebih terjamin.
b. Bila
musim kemarau tritisan depan rumah tidak langsung kena sinar matahari sehingga
tetap lindung (adhem).
c. Supaya
penghuninys berumur panjang dan murah rezeqi.
d. Nenek
moyang kita tetap berpegang kepada filsafat yang mengharuskan berumah tinggal
yang :
·
Membelakangi gunung.
·
Dikelilingi
persawan/perkebunan.
·
Menghadap samudra.
3. Upacara
adat dan tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat
a.
Upacara selamatan Bukak
Tebleg, yaitu sesaat sebelum penggalian pandemen rumah yang akan dibangun guna
keselamatan pemilik.
b.
Upacara ulih-ulihan,
yaitu selamatan dan tasyakuran setelah rumah sudah jadi dan siap dihuni, dengan
mengundang masyarakat setempat, maka diharapkan keakraban bermasyarakat di
tempat baru akan lestari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Motif-motif ukiran Rumah Adat Kudus terdiri
dari beberapa motif ukiran yang
dipengaruhi dari budaya Cina, Hindu, Islam dan Eropa. Bentuk Rumah Adat Kudus
adalah “Joglo-Pencu” yang berpenampilan perkasa serta anggun. Tata ruang rumah
adat Kudus tampak sederhana, dan terdiri beberapa ruangan, yaitu : Jogo satru,
ruang dalam (inti), dan pawon. Nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalam
arsitektur tradisional rumah adat Kudus, yaitu : pakawin, menghadap ke selatan
dan upacara adat tradisional dalam rangka mendirikan rumah adat.
B.
Saran
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak menemui
kesulitan, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik agar saya dapat
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Joglo_Kudus
diakses 15 Desember 2014 pada 20:55
WIB.
WIB.
Wiryomartono, A.
Bagoes P. (1995).
Seni Bangunan
dan Seni Binakota
di
Indonesia.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar