Tenses
|
Penjelasan Singkat
|
Rumus Tenses
|
Contoh Tenses
|
Tense ini
untuk menyatakan fakta, kebiasaan, dan kejadian yang terjadi pada saat
sekarang ini.
|
S
+ V-1
|
We agree with the speaker’s
opinion.
|
|
Tense ini untuk
membicarakan aksi yang sedang berlangsung sekarang atau rencana dimasa depan.
|
S
+ am/is/are + present participle
|
I’m driving a car to Bandung now.
|
|
Tense ini digunakan
untuk mengungkapkan suatu aktivitas atau situasi yang telah dimulai di masa
lalu dan telah selesai pada suatu titik waktu tertentu di masa lalu atau
masih berlanjut sampai sekarang.
|
S
+ have/has + past participle
|
I have lived in Cilegon for 3
months.
|
|
Tense ini untuk
mengungkapkan aksi yang telah selesai pada suatu titik dimasa lampau atau
aksi telah dimulai dimasa lalu dan terus berlanjut sampai sekarang.
|
S
+ have/has + been + present participle
|
The
toddlers have been playing a
ball for an hour.
|
|
Tense ini untuk
menunjukkan bahwa suatu kejadian terjadi dimasa lampau.
|
S
+ V-2
|
The
party started at
10.00 a.m.
|
|
Tense ini digunakan
untuk mengungkapkan bahwa suatu aksi sedang terjadi pada waktu tertentu
dimasa lampau.
|
S
+ was/were + present participle
|
The
team was playing basketball
all day yesterday.
|
|
Tense ini
untuk menyatakan bahwa suatu aksi telah selesai pada suatu titik di masa lalu
sebelum aksi lainnya terjadi.
|
S
+ had + past participle
|
When
he came last night, the cake had
run out.
|
|
Tense ini digunakan
untuk mengungkapkan suatu aksi (dengan durasi waktu tertentu) telah selesai
pada suatu titik waktu tertentu dimasa lalu.
|
S
+ had + been + present participle
|
The
labors had been demonstrating for
an hour when the manager came.
|
|
Tense ini untuk
menyatakan bahwa suatu aksi terjadi dimasa depan, baik secara spontan, maupun
terencana.
|
S
+ will + bare infinitive
|
You will win the game.
|
|
Tense ini untuk
mengungkapkan aksi yang akan sedang terjadi pada waktu tertentu di masa
depan.
|
S
+ will + be + present participle
|
He will be sleeping at 10 p.m.
|
|
Tense ini untuk
mengungkapkan bahwa suatu aktivitas akan sudah selesai pada suatu titik waktu
di masa depan.
|
S
+ will + have + past participle
|
At
this time next month, I’ll have
finished my English course.
|
|
Tense ini untuk
mengungkapkan bahwa suatu aksi akan sudah berlangsung selama sekian lama
pada titik waktu tertentu dimasa depan.
|
S
+ will + have + been + present participle
|
The
cat will have been sleeping long when
you get home.
|
|
Tense ini
untuk menyatakan suatu aksi yang akan dilakukan, membuat prediksi, dan
membuat janji dimasa depan pada saat berada dimasa lalu.
|
S
+ would + bare infinitive
|
He would forgive you.
|
Minggu, 24 November 2013
Mengenal Tenses
Anak Berkebutuhan Khusus (Tunagrahita)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah tunagrahita
mungkin masih asing bagi pendengaran meskipun bukan tidak mungkin setiap hari
berhadapan dengan salah seorang siswa yang sebenarnya mengalami
ketunagrahitaan. Banyak yang berasumsi bahwa anak tunagrahita sama dengan
anak idiot. Asumsi tersebut kurang tepat karena sesungguhnya anak tunagrahita
terdiri atas beberapa klasifikasi. Tunagrahita ialah istilah yang digunakan
untuk anak yang memiliki perkembangan intelegensi yang terlambat. Setiap klasifikasi
selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni
tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat.
Banyak terminologi
(istilah) yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di
bawah rata-rata. Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan,
misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, terbelakang mental,
retardasi mental, cacat grahita, dan tunagrahita. Dalam bahasa asing (Inggris)
dikenal dengan beberapa istilah, yaitu mental retardation, mental deficiency, mentally handcapped, feebleminded dan
lain-lain.
Kata “mental” dalam
peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual, dan bukan kondisi
psikologi. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami
perkembangan, yaitu lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967,
terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983, tunagrahita
digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitnya
Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.
Semua istilah yang
digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan
para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju pada
pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya
perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan
rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku
penyesuaian. Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan. Dari latar belakang di atas maka kami mencoba menyusun
makalah yang berjudul “Anak Berkebutuhan Khusus – Tunagrahita”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat kami ambil rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa yang
dimaksud dengan anak tunagrahita?
2. Apa saja
klasifikasi tunagrahita?
3. Apa
penyebab seorang anak mengalami ketunagrahitaan?
4. Bagaimana
upaya mencegah agar seorang anak tidak mengalami ketunagrahitaan?
5. Bagaimana
karakteristik anak tunagrahita?
6. Apa saja
kebutuhan pendidikan bagi tunagrahita?
7. Bagaimana
cara memberikan layanan bagi anak tunagrahita?
8. Bagaimana
strategi dan media yang digunakan untuk mendidik anak tunagrahita?
9. Bagaimana
cara mengevaluasi hasil belajar anak tunagrahita?
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan dibuatnya makalah ini:
1. Memahami
pengertian dari tunagrahita,
2. Mengetahui
klasifikasi anak tunagrahita,
3. Memahami
penyebab seorang anak mengalami ketunagrahitaan,
4. Mengetahui
upaya pencegahan terhadap tunagrahita,
5. Mengetahui
karakteristik tunagrahita,
6. Mengetahui
kebutuhan pendidikan bagi anak tunagrahita,
7. Memahami
cara memberikan layanan bagi anak tunagrahita
8. Mengetahui
strategi dan media yang dapat digunakan untuk mendidik anak tunagrahita, dan
9. Mengetahui
bagaimana cara mengevaluasi anak tunagrahita.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita termasuk dalam golongan
anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang
tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian
tunagahita pun bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah
rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya
atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan,
nilai, kualitas, dan kuantitas.
Pengertian lain mengenai tunagrahita
ialah cacat ganda. Seseorang yang mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku
akibat kecerdasan yang terganggu. Istilah cacat ganda yang digunakan karena
adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat
intelegensi yang mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan
(cacat mata). Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Namun, tidak semua anak tunagrahita
memiliki cacat fisik. Contohnya pada tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita
ringan lebih banyak pada kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara
global pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki
keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan
perlakuan khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan yang maksimal.
Berbagai definisi telah dikemukakan
oleh para ahli. Salah satu definisi yang diterima secara luas dan menjadi
rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman (1983) yang secara resmi
digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency) sebagai berikut.
“Mental retardaction refers to
significantly subaverage general Intellectual functioning resulting in or
adaptive behavior and manifested during the developmental period”. Artinya,
ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung (termanifestasi)
pada masa perkembangannya.
Sejalan dengan definisi tersebut,
AFMR (1987) menggariskan bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus
melebihi komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata,
adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang
berlaku di masyarakat.
Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu kita
perhatikan adalah sebagai berikut:
a.
Fungsi Intelektual umum secara signifikan berada
dibawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar menyakinkan
sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai
contoh: anak normal rata-rata IQ 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ
paling tinggi 70.
b.
Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku
adaptif), maksudnya bahwa yang bersagkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu
melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih
muda darinya.
c.
Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada masa perkembanngan, yaitu
sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah
bahwa untuk dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita, seseorang harus
memiliki ketiga ciri-ciri tersebut. Apabila seseorang hanya memiliki salah satu
dari ciri-ciri tersebut maka yang brsangkutan belum dapat dikategorikan sebagai
penyandang tunagrahita.
2.2
Klasifikasi Tunagrahita
Anak Tunagrahita terdiri atas beberapa
klasifikasi, yaitu :
1. Tunagrahita
Ringan
Anak yang
tergolong dalam Tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan.
Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung,
menggambar, bahkan menjahit. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi,
selain itu kondisi fisik mereka juga tidak terlihat begitu mencolok. Mereka
mampu mengurus dirinya sendiri untuk berlindung dari bahaya apapun. Karena itu
anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra, mereka hanya perlu
terus dilatih dan dididik.
2. Tunagrahita
Sedang
Tidak jauh
berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak tunagrahita sedang pun mampu untuk
diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam
menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, mereka paham untuk menjawab pertanyan
dari orang lain, contohnya, ia tahu siapa namanya, alamat rumah, umur, nama
orangtuanya, ,ereka akan mampu menjawab dengan jelas. Sedikit perhatian dan
pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan social anak tunagrahita sedang.
3. Tunagrahita
Berat
Anak tunagrahita
berat dapat disebut juga Idiot. Karena dalam kegiatan sehari- harinya
membutuhkan pengawasan, perhatian, bahkan pelayananyang maksimal. Mereka tidak
dapat mengurus dirinya sendiri. Asumsi anak tunagrahita sama dengan idiot tepat
digunakan jika anak tunagrahita tergolong dalam tunagrahita berat.
2.3 Faktor
Penyebab Tunagrahita
Seseorang menjadi tunagrahita
disebabkan oleh berbagai faktor. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut
atas beberapa kelompok. Strauss membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi
dua gugus yaitu endogen dan eksogen. Faktor endogen apabila letak penyebabnya
pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel keturunan, misalnya
infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan
lain-lain.
Cara lain yang sering digunakan
dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu
terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat kelahiran (natal),
dan setelah lahir (postnatal). Berikut ini beberapa penyebab ketunagrahitaan
yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan.
1.
Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor
keturunan, meliputi hal berikut:
a.
Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan
nomornya. Dilihat dari bentuk dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan
berubahnya urutan gene karena melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis,
yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom
pada salah satu sel); duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri
sehingga trejadi kelebihan kromosom pada salah satu sel lainnya) translokasi (
adanbya kromosom yang patah dan patahnya menempel pada kromosom lain).
b.
Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu
imunisasi, tidak selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada
2 hal yang perlu diperhatikan untuk memahaminya, yaitu kekuatan kelainan
tersebut, dan tempat gena (lucos)yang mendapat kelainan.
2.
Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme
dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu
terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan
mental pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan
gizi, antara lain phenylketonuria (akibat metabolisme saccharide yang menjadi
tempat penyimpanan asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak )
dan gejala yang tampak berupa ketidak normalan tinggi badan ,kerangka tubuh
yang tidak proporsional , telapak tangan lebar dan pendek, persendian kaku,
lidah lebar dan menonjol, dan tuna grahita; cretinism (keadaan hypohydroidism
kronik yang terjadi selama masa janin atau saat dilahirkan ) dengan gejala
kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas dan
ketunagrahitaan.
3.
Infeksi dan keracunan
Keadaan
ini disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih
berada didalam kandungan . penyakit yang dimaksut antara lain rubella yang
mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran , penyakit
jantung bawaan, berat badan sangat kueang ketika lahir, syphilis bawaan,
syndrome gravidity beracun, hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
4.
Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya
trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat
radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi
pada saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga
memerluka alat bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinarX selama
bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5.
Masalah pada kelahiran
Masalah yang
terjadi pada saat kelahiran,misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan
bayi akan menderita kerusakan otak ,kejang dan napas pendek. Kerusakan juga
dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit
6.
Faktor lingkungan
Banyak
faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan. Telah
banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah satunya adalah
penemuan patton & Polloway bahwa bermacam-macam pengalaman negatif atau
kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan .
Latar
belakang pendidikan orangtua sering juga dihubungkan dengan
masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikian dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan poitif
dalam masa perkembangan anak menjadi penyebab salah sau timbulnya gangguan.
2.4
Upaya Pencegahan Tunagrahita
Beberapa
alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1. Diagnostik prenatal
Adalah
suatu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan usaha ini
diharapkan dapat ditemukan kemungkinan adanya kelainan-kelainan pada
janin, baik berupa kelainan kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi
perkembangan janin. Seandainya ditemukan adanya kelainan, maka tindakan
selanjutnya diserahkan kepada ibu hamil atau keluarganya atau
pertimbangan-pertimbangan dari dokter ahli dalam masalah tersebut.
2. Imunisasi
Dilakukan
terhadap ibu hamil maupun anak-anak balita. Dengan imunisasi ini dapat
mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang menganggu perkembangan bayi/anak.
3. Tes darah
Dilakukan
terhadap pasangan-pasangan yang akan menikah untuk menghindari kemungkinan
menurunkan benih-benih yang berkelainan.
4. Pemeliharaan kesehatan
Terutama
bagi ibu-ibu hamil. Hal ini terutama menyangkut pemeriksaan kesehatan selama
hamil, penediaan gizi/nutrisi serta vitamin yang memadai, menghindari radiasi,
dan sebagainya.
5. Program KB
Diperlukan
untuk mengatur kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik dalam
segi fisik maupun psikis. Keluarga kecil lebih memungkinkan terbinanya hubungan
afeksi yang relative lebih baik serta terjaminnya kebutuhan fisik yang relative
lebih baik pula.
6. Sanitasi lingkungan
Yaitu
mengupayakan terjaganya suatu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga dapat mencegah
timbulnya penyakit-penyakit yang membahayakan perkembangan anak.
7. Penyuluhan genetik
Yaitu
suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan
masalah genetika dan masalah-masalah yang ditimbulkannya. Ini dapat dilakukan
melalui media cetak, elektronik, maupun secara langsung melalui posyandu atau
klinik-klinik kesehatan.
8. Tidakan operasi
Diperlukan
terutama bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk mencegah kelainan-kelainan
yang ditimbulkan pada waktu kelahiran.
9. Intervensi dini
Program
ini diperlukan terutama bagi para orang tua agar secara dini dapat membantu
perkembangan anak-anaknya.
2.5
Karakteristik Anak Tunagrahita
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat
dilihat dari segi :
1.
Fisik (Penampilan)
o Hampir sama dengan
anak normal
o Kematangan
motorik lambat
o Koordinasi
gerak kurang
o Anak
tunagrahita berat dapat kelihatan
2. Intelektual
o Sulit
mempelajari hal-hal akademik.
o Anak
tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
o Anak
tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
o Anak
tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun,
dengan IQ 30 ke bawah.
3.
Sosial dan Emosi
o Bergaul
dengan anak yang lebih muda.
o Suka
menyendiri
o Mudah
dipengaruhi
o Kurang
dinamis
o Kurang
pertimbangan/kontrol diri
o Kurang
konsentrasi
o Mudah
dipengaruh
o Tidak dapat
memimpin dirinya maupun orang lain.
Sedangkan
karateristik tuna grahita menurut tingkatnya yaitu :
a.
Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan yang lancar berbicara tetapi
kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesulitan berfikir
abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah
biasa maupun di sekolah khusus, pada umur 16 tahun baru mencapai umur
kecerdasan yang sama dengan anak umur tahun, tetapi itupun hanya sebagian dari
mereka, sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan seperti itu.
b.
Karakteristik anak Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari
pelajaran-pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas, tetapi
dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk
belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat
mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi pada umur dewasa
mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 tahun atau 8
tahun. R. P. Mandey and Jhon Wiles (1959) menyatakan : “imbeciles have the intelligence
of a child of up seven years.” Maksudnya ialah anak tunagrahita sedang dapat
mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun.
c.
Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat
berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan
orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke
WC dan sebagainya harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan
yang berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi dengan
lingkungan sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-katanya dan
ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seseorang anak tunagrahita berat dan
sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang
berumur 3 atau 4 tahun.
2.6
Kebutuhan Pendidikan bagi Tunagrahita
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan
khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan
layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1. Kelas Transisi
Kelas ini
diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak
tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga
pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD
dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.
Sekolah Khusus (Sekolah Luar
Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan
pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa.
Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan
teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar
mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan
dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah
di SLB-C1.
3.
Pendidikan terpadu
Layanan
pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita
belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan
guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak
tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK)
dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang
belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang
termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai
kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan
lamban belajar (Slow Learner).
4.
Program sekolah di rumah
Progam ini
diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di
sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di
rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini
dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5.
Pendidikan inklusif
Sejalan
dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat
kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan
penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”.
Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan
guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua)
orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk
memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai
kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta
kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam
tahap rintisan
6.
Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini
diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda
seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus
pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan
diri
b. Sensorimotor
dan persepsi
c. Motorik
kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan
berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri
dan kemampuan sosial
Menurut Somantri (2005) beberapa model latihan
pendahuluan yang berfungsi sebagai pendukung dalam pengembangan kemampuan
bahasa dan bicaranya, antara lain sebagai berikut.
ü Latihan
pernapasan.
Latihan ini dapat dilakukan meniup lilin pada jarak
tertentu, meniup harmonica, dan lain-lain.
ü Latihan otot
bicara seperti lidah, bibir dan rahang.
Dalam latihan ini, anak tunagrahita disuruh mengunyah,
menelan, batuk-batuk, atau menggerakkan bibir, lidah, dan rahanggnya. Saranya
dapat menggunakan permen karet yang dikunyah dan dipindah-pindahkan dari kenan
ke kiri.
ü Latihan pita
suara.
Latihan ini diarahkan untuk menyebutkan nama-nama
benda yang ada di sekitar dengan menggunakan kata lembaga, yaitu daftar kata
yang disusun sesuai dengan tingkat kesulitan konsonan tertentu, dapat
dimasukkan pula menirukan suara macam-macam binatang dan benda-benda lain
disekitarnya sebagai improvisasi, seperti suara kucing, anjing, bebek, dan
lain-lain.
Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis
harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan
humanistic, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan
kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak
tunagrahita. Tanpa dilengkapi persyaratan tersebut, penerapan tekhnik
modifikasi perilaku pada anak tunagrahita tidak banyak memberikan hasil yang
berarti.
Apabila dalam pelaksanaannya mereka mampu memahami dan melakukan dengan
baik, dapat diberikan penguat, baik penguat primer yang berupa makanan atau
minuman, atau penguat sosial seperti senyuman, perhatian persetujuan dan
lain-lain. Secara bertahap kondisinya terus ditingkatkan sesuai dengan tahapan
yang diperlukan, dengan memerhatikan usia mental dan usia kalendernya.
Jenis terapi perilaku yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita yaitu
melalui kegiatan bermain (kegiatan fisik dan/atau psikis yang dilakukan tidak
dengan sungguh-sungguh). Mengingat urgensinya bermain bagi anak tunagrahita,
dewasa ini aktivitas bermain dikembangkan menjadi play therapy.
Terapi permainan yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang
permainan, tetapi permainan yang memiliki muatan antara lain: (1) setiap
permainan hendaknya memiliki nilai terapi yang berbeda, (2) sosok permainan
yang diberikan tidak terlalu sukar untuk dicerna anak tunagrahita (1976).
Beberapa nilai yang penting dari bermain bagi perkembangan anak
tunagrahita, antara lain sebagai berikut:
1.
Pengembangan fungsi fisik, misalnya pernapasan,
pertukaran zat, peredaran darah, dan pencernaan makanan, dapat dibantu
dilancarkan melalui kegiatan bermain, baik bantuan pada satu aspek funsi fisik
ataupun lebih.
2.
Pengembangan sensomotorik, artinya melalui bermain
melatih pengindraan (sensoris) seperti ketajaman penglihatan, pendengaran,
perabaan atau penciuman, di samping melatih otot dan kemampuan gerak, seperti
tangan, kaki, dan gerak tubuh lainnya. Oleh karena itu, bertambahnya koordinasi
aspek sensoris dan aspek motoris dalam bermain, semakin baik bagi perkembangan
anak tunagrahita.
3.
Pengembanagan daya khayal, maksudnya melalui bermain,
anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan
sebagai sarana yang diperlukan untuk pengembangan daya khayal dan krasinya.
4.
Pembinaan pribadi, maksudnya dalam bermain anak pun
sebenarnya berlatih memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan
keuletan, percaya diri, dan lainnya.
5.
Pengembangan sosialisasi, yaitu anak harus berbesar
hati menunggu giliran, setia, dan jujur.
6.
Pengembangan intelektual, Contohnya, peraturan dan
skor yang diperoleh dalam permainan. Secara tidak langsung cara ini sebenarnya
merupakan bagian dari pengembangan intelektual anak tunagrahita.
Beberapa model permainan yang menekankan pada
pengembangan kecerdasan dan motorik halus yang cenderung bersifat individual,
antara lain sebagai berikut:
1.
Latihan menuangkan air
2.
Bermain pasir
3.
Bermain tanah liat
4.
Meronce manic manic
5.
Latihan melipat
6.
Mengelem dan menempel
7.
Menggunting dan memotong
8.
Latihan menyobek
9.
Jarum dan benang.
Model permainan lain yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak tunagrahita, yaitu bermain
mengandung unsur olahraga. Misalnya, berjalan diatas bangku dan latihan lain
yang menggunakan alat, misalnya menendang bola.
Khusus yang sifatnya kelompok,
pengembangan aktivitas bermain pada anak tunagrahita materinya dapat digali
dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau kombinasi
keduanya. Misalnya bermain jala ikan, kucing dan tikus, dan lainnya.
2.7 Layanan
bagi Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita walaupun mengalami
hambatan intelektual, dapat mengaktualisasikan potensinya asalkan mereka diberi
kesempatan untuk mengikuti pendidikan dengan pelayanan khusus. Melalui
pelayanan ini mereka akan mampu melaksanakan tugasnya sehingga dapat memiliki
rasa percaya diri dan harga diri. Hal yang paling penting dalam pendidikan anak
tunagrahita adalah memunculkan harga diri sehingga mereka tidak menarik diri
dan masyarakat tidak mengisolasi anak tunagrahita karena mereka terbukti mampu
melakukan sesuatu. Pada akhirnya anak tunagrahita mendapat tempat di hati
masyarakat, seperti anggota masyarakat umumnya.
Untuk mencapai harapan tersebut
diperlukan pelayanan yang memiliki ciri-ciri khusus dan prinsip khusus, sebagai
berikut.
a.
Ciri-ciri khusus
1.
Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak
tunagrahita adalah bahasa sederhana, tidak berbelit, jelas, dan gunakan
kata-kata yang sering didengar oleh anak.
2.
Penempatan anak tunagrahita
di kelas
Anak tunagrahita ditempatkan di bagian depan kelas dan
berdekatan dengan anak yang kira-kira hampir sama kemampuannya. Apabila ia di
kelas anak normal maka ia ditempatkan dekat anak yang dapat menimbulkan sikap
keakraban.
3.
Ketersediaan program khusus
Di samping ada program umum yang diperkirakan semua
anak di kelas itu dapat mempelajarinya perlu disediakan program khusus untuk
anak tunagrahita yang kemungkinan mengalami kesulitan.
b.
Prinsip khusus
1.
Prinsip skala perkembangan
mental
Prinsip ini menekankan pada
pemahaman guru mengenai usia kecerdasan anak tunagrahita. Dengan memahami
usia ini guru dapat menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan usia mental
anak tunagrahita tersebut. Dengan demikian, anak tunagrahita dapat
mempelajari materi yang diberikan guru. Melalui prinsip ini dapat diketahui
perbedaan antar dan intraindividu. Sebagai contoh: A belajar berhitung tentang
penjumlahan 1 sampai 5. Sementara B telah mempelajari penjumlahan 6 sampai 10.
Ini menandakan adanya perbedaan antarindividu. Contoh berikut adalah
perbedaan intraindividu, yaitu C mengalami kemajuan berhitung penjumlahan
sampai dengan 20. Tetapi dalam pelajaran membaca mengalami kesulitan dalam
membedakan bentuk huruf.
2.
Prinsip kecekatan motorik
Melalui prinsip ini anak tunagrahita
dapat mempelajari sesuatu dengan melakukannya. Di samping itu, dapat melatih
motorik anak terutama untuk gerakan yang kurang mereka kuasai.
3.
Prinsip keperagaan
Prinsip ini digunakan dalam mengajar
anak tunagrahita mengingat keterbatasan anak tunagrahita dalam
berpikir abstrak. Oleh karena sangat penting, dalam mengajar anak tunagrahita
dapat menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga anak tunagrahita tidak
verbalisme atau memiliki tanggapan mengenai apa yang dipelajarinya. Dalam
menentukan alat peraga hendaknya tidak abstrak dan menonjolkan pokok materi
yang diajarkan. Contohnya, anak belajar membaca kata “bebek”, alat
peraganya adalah tulisan kata bebek harus tebal sementara gambar bebek harus
tipis. Maksudnya, gambar bebek hanyalah untuk membantu pengertian anak.
4.
Prinsip pengulangan
Berhubung anak tunagrahita cepat
lupa mengenai apa yang dipelajarinya maka dalam mengajar mereka membutuhkan
pengulangan-pengulangan disertai contoh yang bervariasi. Oleh karena itu,
dalam mengajar anak tunagrahita janganlah cepat-cepat maju atau pindah ke bahan
berikutnya sebelum guru yakin betul bahwa anak telah memahami betul bahan yang
dipelajarinya. Contohnya, C belajar perkalian 2 (1 x 2, 2 x 2,). Guru
harus mengulang pelajaran itu sampai anak memahami betul arti perkalian.
Barulah kemudian menambah kesulitan materi pelajaran, yakni 3 x 2, 4 x 2, dan
seterusnya.Pengulangan-pengulangan seperti itu, sangat menguntungkan anak
tunagrahita karena informasi itu akan sampai pada pusat penyimpanan memori dan
bertahan dalam waktu yang lama.
5.
Prinsip korelasi
Maksud prinsip ini adalah bahan
pelajaran dalam bidang tertentu hendaknya berhubungan dengan bidang lainnya
atau berkaitan langsung dengan kegiatan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.
6.
Prinsip maju berkelanjutan
Walaupun anak tunagrahita
menunjukkan keterlambatan dalam belajar dan perlu pengulangan, tetapi harus
diberi kesempatan untuk mempelajari bahan berikutnya dengan melalui tahapan
yang sederhana. Jadi, maksud prinsip ini adalah pelajaran diulangi dahulu dan apabila
anak menunjukkan kemajuan, segera diberi bahan berikutnya. Contohnya,
menyebut nama-nama hari mulai Senin, Selasa, dan Rabu. Ulangi
dahulu nama hari Senin, Selasa, Rabu, kemudian lanjutkan menyebut Kamis, Jumat
Sabtu, Minggu.
7.
Prinsip individualisasi
Prinsip ini menekankan perhatian
pada perbedaan individual anak tunagrahita. Anak tunagrahita belajar sesuai
dengan iramanya sendiri. Namun, ia harus berinteraksi dengan teman
atau dengan lingkungannya. Jadi, ia tetap belajar bersama dalam satu ruangan
dengan kedalaman dan keluasan materi yang berbeda. Contohnya, pada jam 8.00
murid kelas 3 SDLB belajar berhitung. Materi pelajaran anak-anak itu
berbeda-beda sehingga terdiri dari 3 kelompok. Kelompok 1 harus ditunggui
barulah ia akan belajar, sedangkan kelompok 2 cukup
diberi penjelasan dan langsung mengerjakan tugasnya.
2.8 Strategi
dan Media bagi Anak Tunagrahita
A. Strategi
Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak
tunagrahita pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Pada
prinsipnya menentukan strategi pembelajaran harus memperhatikan tujuan
pelajaran, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas). Strategi
yang efektif pada anak tunagrahita belum tentu akan baik bagi anak normal dan
anak berinteligensi tinggi.
Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang
belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi pembelajaran bagi mereka
yang belajar di sekolah luar biasa. Berikut penjelasan tentang macam-macam
strategi pengajaran untuk anak tunagrahita:
1.
Strategi pengajaran yang
diindividualisasikan
Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan berbeda maknanya dengan pengajaran individual. Pengajaran
individual adalah pengajaran yang diberikan kepada seorang demi seorang dalam
waktu tertentu dan ruang tertentu pula, sedangkan pengajaran yang
diindividualisasikan diberikan kepada tiap murid meskipun mereka belajar
bersama dengan bidang studi yang sama, tetapi kedalaman dan keluasan materi
pelajaran disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tiap anak. Strategi ini
tidak menolak sistem klasikal atau kelompok. Strategi ini memelihara
individualitas. Dalam pelaksanaannya guru perlu melakukan hal-hal berikut ini:
Ø Pengelompokan
murid yang memungkinkan murid dapat berinteraksi, bekerja sama, dan bekerja
selaku anggota kelompok dan tidak menjadi anggota tetap dalam kelompok
tertentu. Kedudukan murid dalam kelompok sesuai dengan minat, dan kemampuan
belajar yang hampir sama.
Ø Pengaturan
lingkungan belajar yang memungkinkan murid melakukan kegiatan yang beraneka
ragam, dapat berpindah tempat sesuai dengan kebutuhan murid tersebut, serta
adanya keseimbangan antara bagian yang sunyi dan gaduh dalam pekerjaan di
kelas. Adanya petunjuk tentang penggunaan tiap bagian, adanya pengaturan agar
memudahkan bantuan dari orang yang dibutuhkan. Posisi tempat duduk (kursi &
meja) dapat berubah-ubah, ukuran barang dan tata letaknya hendaknya dapat
dijangkau oleh murid sehingga memungkinkan murid dapat mengatur sendiri
kebutuhan belajarnya.
Ø Mengadakan
pusat belajar (learning centre)
Pusat belajar ini dibentuk pada sudut-sudut ruangan
kelas, misalnya sudut bahasa, sudut IPA, berhitung. Pembagian seperti
ini, memungkinkan anak belajar sesuai dengan pilihannya sendiri. Di pusat
belajar itu tersedia pelajaran yang akan dilakukan, tersedianya tujuan
Pembelajaran Khusus sehingga mengarahkan kegiatan belajar yang lebih banyak
bernuansa aplikasi, seperti mengisi, mengatur, menyusun, mengumpulkan,
memisahkan, mengklasifikasi, menggunting, membuat bagan, menyetel,
mendengarkan, mengobservasi. Selain itu, pada tiap pusat belajar
tersedia bahan yang dapat dipilih dan digunakan oleh anak itu sendiri. Melalui
strategi ini anak akan maju sesuai dengan irama belajarnya sendiri dengan tidak
terlepas dari interaksi sosial.
2.
Strategi kooperatif
Strategi ini relevan dengan
kebutuhan anak tunagrahita di mana kecepatan belajarnya tertinggal dari anak
normal. Strategi ini bertitik tolak pada semangat kerja di mana mereka yang
lebih pandai dapat membantu temannya yang lemah (mengalami kesulitan) dalam suasana
kekeluargaan dan keakraban.
Strategi kooperatif memiliki
keunggulan, seperti meningkatkan sosialisasi antara anak tunagrahita
dengan anak normal, menumbuhkan penghargaan dan sikap positif anak normal
terhadap prestasi belajar anak tunagrahita sehingga memungkinkan harga diri
anak tunagrahita meningkat, dan memberi kesempatan pada anak tunagrahita untuk
mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Dalam pelaksanaannya guru harus
memiliki kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, seperti untuk meningkatkan
kemampuan akademik dan lebih-lebih untuk meningkatkan keterampilan
bekerja-sama. Selain itu guru dituntut mempunyai keterampilan untuk mengatur
tempat duduk, pengelompokan anak dan besarnya anggota kelompok. Jonshon D.W
(1984) mengemukakan bahwa guru harus mampu merancang bahan pelajaran dan peran
tiap anak yang dapat menunjang terciptanya ketergantungan positif antara anak
tunagrahita ringan dengan anak normal.
Namun, perlu disadari bahwa
pengalaman, kesungguhan, dan kecintaan guru terhadap profesinya merupakan modal
utama yang ikut menentukan keberhasilan pembelajaran anak tunagrahita ringan
dengan anak normal.
3.
Strategi modifikasi tingkah
laku
Strategi ini digunakan apabila
menghadapi anak tunagrahita sedang ke bawah atau anak tunagrahita dengan
gangguan lain. Tujuan strategi ini adalah mengubah, menghilangkan atau
mengurangi tingkah laku yang tidak baik ke tingkah laku yang baik.
Dalam pelaksanaannya guru harus terampil memilih tingkah laku yang
harus dihilangkan. Sementara itu perlu pula teknik khusus dalam melaksanakan
modifikasi tingkah laku tersebut, seperti reinforcement.
Reinforcement ini merupakan
hadiah untuk mendorong anak agar berperilaku baik. Reinforcement dapat berupa
pujian, hadiah atau elusan. Pujian diberikan apabila siswa menunjukkan perilaku
yang dikehendaki oleh guru. Dan pemberian reinforcement itu makin hari makin
dikurangi agar tidak terjadi ketergantungan.
Menurut Irianto (2010) gurudi
sekolah inklusi dikenal dengan istilah “guru yang mendidik” yakni guru yang
mampu menerapkan program pembelajaran yang tidak mementingkan mata pelajaran
apa yang diajarkan atau di kelas berapa dia mengajar. Dengan demikian guru yang
mendidik adalah guru yang dapat bertindak sebagai guru kelas professional yang
berhadapan dengan semua mata pelajaran dan dapat melayani dan membelajarkan
semua siswa tanpa terkecuali. Guru yang mendidik juga ditandai dengan sikap
professional yang selalu belajar dan mempelajari berbagai informasi dasar
yang berkaitan dengan hambatan/kelainan anak dan yang mampu memberikan
pengajaran mendidik yang disesuaikan dengan kateristik dan kebutuhan anak.
Wong, Kauffan dan Lloyd
(1991:108-115) memberikan gambaran tentang guru yang mendidik bagi siswa
penyandang tunagrahita di sekolah regular/inklusi, diantaranya adalah: (1) Punya
harapan bahwa siswa akan berhasil, (2) Fleksibel dalam menangani para siswa,
(3) Mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara terbuka, (4)
melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pengajaran, (5) Bersikap
hangat, sabar, humoris kepada siswa, (6) bersikap terbuka dan positif terhadap
perbedaan dan kelainan anak-anak dan orang dewasa, (7) mempunyai kemampuan
bekerjasama dengan guru pendidikan khusus dan bersiat responsive dalam membantu
orang lain, (8) mampu memberikan penjelasan yang dapat diterima oleh semula
anak dengan menggunakan penalaran-penalaran yang logis, (9) mempunyai sikap
percaya diri dan kompetensi sebagai seorang guru, (10) punya rasa keterlibatan
professional yang tinggi serta pemuasan professional, (11) tidak gampang menyerah
dan putus asa dalam menghadapi anak, tetapi selalu berfikir kreatif dan
inovatif guna mencari solusi pembelajran yang tepat dan bermartabat yang
berlandaskan sendi-sendi kemanusiaan yang humanistik.
B. Media
Media pembelajaran yang digunakan pada pendidikan anak
tunagrahita tidak berbeda dengan media yang digunakan pada pendidikan anak
biasa. Hanya saja pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat
bantu belajar yang lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan
intelektualnya. Alat-alat khusus yang ada diantaranya
adalah alat latihan kematangan motorik berupa form board, puzzle; latihan
kematangan indra, seperti latihan perabaan, penciuman; alat latihan untuk
mengurus diri sendiri, seperti latihan memasang kancing, memasang retsluiting;
alat latihan konsentrasi, seperti papan keseimbangan, alat latihan
membaca, berhitung, dan lain-lain.
Dalam menciptakan media pendidikan anak tunagrahita,
guru perlu memperhatikan beberapa ketentuan, antara lain (1) bahan tidak
berbahaya bagi anak, mudah diperoleh, dapat digunakan oleh anak; (2)
warna tidak mencolok dan tidak abstrak; serta (3) ukurannya harus dapat
digunakan atau diatur penggunaannya oleh anak itu sendiri (ukuran meja dan
kursi).
2.9 Evaluasi
Belajar untuk Anak Tunagrahita
Berikut ini akan dikemukakan ketentuan-ketentuan
khusus dalam melaksanakan evaluasi belajar anak tunagrahita.
a.
Waktu mengadakan evaluasi
Evaluasi belajar anak tunagrahita
tidak saja dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berakhir atau pada
waktu yang telah ditetapkan, seperti waktu tes prestasi belajar atau tes
hasil belajar, tetapi tidak kalah pentingnya evaluasi selama proses belajar
mengajar berlangsung. Pada saat itu dapat dilihat bagaimana reaksi anak, sikap
anak, kecepatan atau kelambatan setiap anak. Apabila ditemukan anak yang lebih
cepat dari temannya maka ia segera diberi bahan pelajaran berikutnya tanpa
harus menunggu teman-temanya, sedangkan anak yang lebih lambat,
mendapatkan pengulangan atau penyederhanaan materi pelajaran.
b.
Alat evaluasi
Sama halnya dengan alat evaluasi
yang digunakan pada pendidikan anak normal maka alat evaluasi yang digunakan
untuk menilai hasil belajar anak tunagrahita tidak berbeda, kecuali dalam
bentuk dan urutan penggunaannya. Penggunaan alat evaluasi, seperti
tulisan, lisan dan perbuatan bagi anak tunagrahita harus ditinjau lebih dahulu
bagaimana keadaan anak tunagrahita yang akan dievaluasi. Misalnya,
anak tunagrahita sedang tidak mungkin diberikan alat evaluasi tulisan. Mereka
diberikan alat evaluasi perbuatan dan bagi anak tunagrahita ringan dapat
diberikan alat evaluasi tulisan maupun lisan karena anak tunagrahita ringan
masih memiliki kemampuan untuk menulis dan membaca serta berhitung walaupun
tidak seperti anak normal pada umumnya. Kemudian, kata tanya yang digunakan
adalah kata yang tidak menuntut uraian (bagaimana, mengapa), tetapi kata apa,
siapa atau di mana.
c.
Kriteria keberhasilan
Keberhasilan belajar anak
tunagrahita agar tidak dibandingkan dengan teman sekelasnya, tetapi
dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh anak itu sendiri dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu, penilaian pada anak tunagrahita adalah
longitudinal maksudnya penilaian yang mengacu pada perbandingan
prestasi individu atas dirinya sendiri yang dicapainya kemarin dan hari
ini.
d.
Pencatatan hasil evaluasi
Pencatatan evaluasi yang telah kita
kenal berbentuk kuantitatif, artinya kemampuan anak dinyatakan dengan angka.
Tetapi bentuk seperti ini, bagi anak tunagrahita tidak cukup.
Jadi, harus menggunakan bentuk kuantitatif ditambah dengan
kualitatif. Misalnya, dalam pelajaran Berhitung, si Ano mendapat
nilai angka 8. Sebaiknya diikuti dengan penjelasan, seperti nilai 8 berarti
dapat mempelajari penjumlahan 1 sampai 5, pengurangan 1 sampai 3.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tunagrahita ialah sebutan untuk anak
dengan hendaya atau penurunan kemampuan atau berkurangnya kemampuan
dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan kuantitas. Klasifikasi anak
tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita
sedang, dan tunagrahita berat. Sedangakan faktor penyebab ketunagrahitaan
antara lain yaitu, disebabkan oleh faktor keturunan, gangguan metabolisme dan
gizi, infeksi dan keracunan, trauma dan zat raioaktif, masalah pada kelahiran,
dan faktor lingkungan. Ketunagrahitaan dapat kita cegah dengan cara, diagnostik
prenatal, imunisasi, tes darah, pemeliharaan kesehatan, program KB, sanitasi
lingkungan, penyuluhan genetik, tindak operasi, dan intervensi dini.
Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita pada umumnya dapat dilihat dari
segi :
1. Fisik
(Penampilan)
o Hampir sama
dengan anak normal
o Kematangan
motorik lambat
o Koordinasi
gerak kurang
o Anak
tunagrahita berat dapat kelihatan
2.
Intelektual
o Sulit
mempelajari hal-hal akademik.
o Anak
tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
o Anak
tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia
7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
o Anak
tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun,
dengan IQ 30 ke bawah.
3.
Sosial dan Emosi
o Bergaul
dengan anak yang lebih muda.
o Suka
menyendiri
o Mudah
dipengaruhi
o Kurang
dinamis
o Kurang
pertimbangan/kontrol diri
o Kurang
konsentrasi
o Mudah
dipengaruh
o Tidak dapat
memimpin dirinya maupun orang lain.
Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan
untuk anak tunagrahita, yaitu kelas transisi, sekolah khusus
(Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1), pendidikan terpadu, sekolah di
rumah, pendidikan inklusif, dan panti (griya) rehabilitasi. Layanan pendidikan
yang diberikan kepada anak tunagrahita juga memiliki ciri khusus dan prinsip
khusus agar perkembangan mereka meningkat.
Ada
beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk anak tunagrahita
antara lain, strategi pembelajaran yang diindividualisasikan, kooperatif, dan
modifikasi tingkah laku. Begitu pula untuk media pembelajaran yang digunakan
untuk anak tunagrahita tidak jauh berbeda dengan anak normal, hanya saja
pendidikan anak tunagrahita membutuhkan media seperti alat bantu belajar yang
lebih banyak mengingat keterbatasan kecerdasan intelektualnya. Evaluasi
belajar anak tunagrahita dapat diukur melalui waktu mengadakan evaluasi, alat evaluasi
yang digunakan, kriteria keberhasilan, pencatatan hasil evaluasi.
3.2 Saran
Dalam
sistem pendidikan saat ini, banyak terdapat sekolah inklusif di mana layanan
pendidikan khusus dan regular dalam satu sistem persekolahan digabungkan. Dengan
begitu, kita sebagai seorang guru sudah seharusnya mempelajari bagaimana cara
menangani anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak tunagrahita agar dapat
mengembangkan potensi anak tersebut menjadi lebih baik. Jadi, tidak hanya anak
normal saja yang dapat kita kembangkan potensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Adil, Nasrun.
1994. Hubungan Kemampuan Berbicara dengan Penyesuaian Sosial
Anak Tunagrahita Ringan. Medan: Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Anak Tunagrahita Ringan. Medan: Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan
Ciptono, dkk.
2009. Guru Luar Biasa. PT.Mizan Publika
http://annesdecha.blogspot.com (diakses tanggal 03 Nopember 2013, 10:45
WIB)
http://nailarahma-plbuns2012.blogspot.com (diakses tanggal 03 Nopember 2013,
10:03 WIB)
10:03 WIB)
Langganan:
Postingan (Atom)